Aksi Baksos IMASIKA UNTAN : Stasi Mamparagokng tanpa Gereja dan Sekolah


Foto Bersama Tim IMASIKA UNTAN dengan SEKAMI
Stasi Mamparagokng, Paroki Pahauman terletak di daerah hutan yang jarang dikunjungi oleh masyarakat, walaupun akses jalan disana melewati PT. ANI yang merupakan perusahaan sawit besar.

Waktu tempuhnya sekitar 90 menit dengan menggunakan mobil truk atau angkutan desa dari Pahauman, tetapi lebih cepat sampai jika menggunakan kendaraan motor roda dua. Jalan belum beraspal, masih dengan jalan tanah yang licin apabila turun hujan, naik-turun menanjak, berkelok-kelok melewati pepohonan sawit.
Di beberapa tempat dibutuhkan keterampilan khusus driver-nya. Tetapi, apabila jalan licin ketika melewati tanjakan, penumpang harus turun dari mobil dan berjalan kaki untuk menghindari ketidakmampuan mobil membawa beban berat.
Stasi yang berjumlah 20 kepala keluarga dan beragama katolik ini belum memiliki sekolah dan gereja. Untuk mengikuti perayaan misa hari minggu dan mengenyam pendidikan sekolah dasar, umat harus menempuh perjalanan sekitar 30 menit untuk sampai ke kampung tetangga. Karena faktor jarak yang jauh dan jalan rusak, anak-anak tidak mengenyam pendidikan.



Suasana Tengah Baksos

Keprihatinan Mahasiswa Katolik
            Mahasiswa katolik di Fakultas MIPA (Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) tergabung dalam sebuah organisasi katolik yang bernama IMASIKA (Ikatan Mahasiswa Katolik St. Thomas Aquinas).
Melalui bimbingan dalam organisasi ini, mereka benar-benar menyadari diluar kampus tempat mereka mengenyam pendidikan, masih banyak masyarakat yang memerlukan uluran tangan.
Hal tersebut memprakarsai terbentuknya AkSI (Aktivitas Mahasiswa IMASIKA) yang merupakan program tahunan bakti sosial di luar daerah dan telah terlaksana sebanyak 12 kali.
            Dengan mengusung tema “Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar, tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu” (Efesus 4:2), mahasiswa yang berjumlah 85 orang didampingi oleh 2 orang alumni dan 1 orang frater siap melaksanakan bakti sosial dan pembinaan anak selama 9 hari, mulai dari tanggal 01-09 Juni 2019.
Persiapan Survei dan Menggalang Dana
            Untuk melaksanakan AkSI 2019 ini, mereka membentuk sebuah panitia yang diketuai oleh Rayco Wiliam dan beberapa bidang yang bertugas membantu terlaksananya kegiatan tersebut. Selain itu, mereka juga mendapatkan bantuan dana dari UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) sebesar Rp 300.000,00 yang digunakan untuk survei mencari wilayah.
Mereka berupaya mencari dana tambahan dengan berjualan pakaian, stiker yang didesain sendiri dan makanan serta mengajukan proposal ke instansi dan dinas sosial.



Gereja Stasi MAmparagokng Paroki Pahauman

Survei telah dilakukan sebanyak 2 kali di Stasi Mamparagokng. Sebelum melakukan survei, mereka mengoordinasikan hal tersebut bersama Pastor Oktavianus, OFM.Cap, Pastor Paroki Pahauman. “Kami tidak menentukan wilayah sendiri, melainkan berdasarkan saran dari pastor paroki. Stasi Mamparagokng menjadi pilihan beliau sebab stasi tersebut belum memiliki gereja dan sekolah. Jadi, fokus utama kami adalah membangun gereja serta mengajarkan anak-anak mengenal huruf dan membaca,” jelas Rayco.
Dukungan Pihak Paroki Pahauman
            Paroki Pahauman beserta BapaKat (Bapak-Bapak Katolik) dan WK (Wanita Katolik) memberikan perhatian dan dukungan terhadap kegiatan ini. Bersama pastor paroki, mereka telah menyiapkan tenda besar tempat menginap dan menyimpan barang untuk mahasiswa. Bahkan, mereka memberikan bantuan berupa semen, batako dan tenaga agar pembangunan gereja di Stasi Mamparagokng terlaksana dengan baik.
            “Semoga dengan kegiatan dan bantuan ini, mahasiswa membuka wawasan bahwa ada masyarakat yang masih memerlukan uluran tangan, sebab masih ada masyarakat yang terisolir dan belum mengenyam pendidikan.



Suasana Proses pembuatan semen

Hal yg paling penting adalah pendidikan, karena apabila masyarakat sudah cerdas dalam pendidikan, maka apapun yg diprogramkan oleh pemerintah dapat diterima dengan baik. Bukan hanya mahasiswa saja, mungkin ada lembaga lain yg ingin berkarya di stasi Mamparagokng, kami persilahkan,” ungkap Bapak Eponori, ketua bapakat Pahauman.
Sambutan Umat Stasi Mamparagokng
            Pada hari Sabtu, 01 Juni 2019, menjelang sore hari, rombongan mahasiswa IMASIKA tiba ke Stasi Mamparagokng menggunakan truk yang didorong bulldozer melewati tanjakan terjal. Bis yang membawa mereka dari Pontianak hanya bisa mengantar sampai di gerbang perusahaan sawit, sebab bis tidak diperbolehkan masuk menuju perkampungan.
Ketika di perjalanan, para mahasiswa merasa takut bahkan ada yang berteriak ketika melewati naik-turun tanjakan. Apalagi ketika truk didorong menggunakan bulldozer. “Itu benar-benar pengalaman yang menegangkan sekaligus mengesankan,” ungkap mereka.
            Terlihat gerbang yang terbuat dari kayu berhias daun dan bendera warna-warni bertulisan AkSI 2019 yang dibangun umat sebagai pintu masuk menuju Stasi Mamparagokng. Walaupun hujan turun, penyambutan yang menggunakan tradisi Dayak tetap dilaksanakan oleh umat.
Diawali dengan kata sambutan dari beberapa pihak dan pemotongan bambu oleh ketua panita, maka mahasiswa dipersilahkan masuk secara beriringan melalui gerbang, diikuti oleh pastor paroki dan umat dari pusat paroki.
            “Sambutan umat di Stasi Mamparagokng sangat baik dan ramah. Kegembiraan mereka terpancar terutama pada saat pelaksanaan tradisi penyambutan. Bahkan, mereka menawarkan kami untuk menginap di rumah mereka, padahal kami sudah memiliki tenda,” kata Rayco.
            Umat di Stasi Mamparagokng benar-benar merasa terbantu dengan kegiatan bakti sosial tersebut. Hal ini disampaikan oleh Bapak Amis yang mengungkapkan bahwa sumber penghasilan mereka dari menoreh karet. “Kami mengucapkan banyak terima kasih sebab program ini adalah bentuk perhatian dari mahasiswa dan paroki terhadap stasi mamparagokng yg ada di pelosok daerah. Kami benar-benar merasa terbantu sebab kami tidak mampu membangun kampung kami sendiri ditengah banyak keterbatasan dan sumber penghasilan yang kurang, hanya mengharapkan dari menoreh karet,” ungkap Bapak Amis.
Bakti Sosial dan Pembinaan Iman Anak
            Senin, 03 Juni 2019 adalah hari ketiga dari program AkSI 2019. Terdorong kasih dalam hal saling membantu, mereka bekerja sama menyelesaikan pembangunan gereja. Saya melihat wajah semangat mereka mengaduk campuran semen, sementara yang lain mengerjakan pondasi dinding dan lantai gereja dibantu oleh bapak-bapak katolik dan umat disana. Ibu-ibu katolik juga membantu menyiapkan makanan dan minuman untuk disantap pada jam istirahat.
            Para mahasiswi berkumpul di dalam tenda bersama anak-anak Stasi Mamparagokng yang berjumlah 8 orang. Mereka mengajarkan anak-anak tersebut membaca diselingi menyanyikan lagu-lagu rohani diiringi petikan gitar. Para mahasiswi juga dibantu oleh pembina dan anak-anak SEKAMI (Serikat, Kepausan, Anak-anak dan Remaja Misioner) dari pusat paroki untuk mengenalkan motto dan tujuan SEKAMI yang siap diutus berbagi kebaikan dan suka cita.
            Tepatnya pukul 15.00 WIB, pembangunan gereja selesai untuk hari ini. Mereka akan melanjutkan pekerjaan tersebut besok pagi. Dengan atap dan sebagian dinding dari batako yang sudah terpasang, serta lantai yang sudah disemen, bapak-bapak pulang ke pusat paroki dan para mahasiswa beristirahat melepas lelah.
Kesan Mengikuti AkSI 2019
            AkSI 2019 menjadi pengalaman yang mengesankan sekaligus menggembirakan bagi para pesertanya. Kesan manis tersebut disampaikan oleh Grace yang mengungkapkan bahwa kegiatan tersebut tidak akan bisa dilupakan. “Saya senang mengikuti kegiatan ini, sebab saya bisa bertemu dan bersosialisasi dengan orang yg tidak pernah saya temui. Kami berasal dari berbagai daerah dan dipertemukan dalam IMASIKA, kemudian kami pergi pelayanan ke wilayah yang jauh bersama-sama.
Disini, kami belajar untuk hidup yang mungkin belum pernah dirasakan oleh sebagian teman-teman, seperti mandi di sungai, tidak ada akses jaringan untuk bermedia sosial, makan seadanya, membantu sesama dalam bakti sosial. Kalau di Perguruan Tinggi, mungkin materi kuliah suatu saat bisa dilupakan, tetapi pengalaman seperti ini, tidak bisa dilupakan karena sangat berkesan dan banyak nilai yg bisa diambil,” jelas Grace.            
Kesan tersebut juga diungkapkan oleh Prima, peserta yang turut membantu pembangunan gereja. “Kegiatan ini melatih pribadi saya untuk bersosialisasi dengan masyarakat luar khususnya di stasi, dimana saya belum pernah pergi pelayanan atau bakti sosial di wilayah yang jauh. Kegiatan IMASIKA yang kami laksanakan merupakan salah satu bukti atau aplikasi dari iman karena iman tanpa perbuatan sama dengan mati,” tegasnya.- Pricilia Grasela_ Volunteer KomsosKAP

No comments:

Post a Comment